Latar Belakang Faktor-faktor Masyarakat Menggunakan ASKES
A. Latar Belakang
Asuransi kesehatan adalah sebuah jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan. Secara garis besar ada dua jenis perawatan yang ditawarkan perusahaan-perusahaan asuransi, yaitu rawat inap (in-patient treatment) dan rawat jalan (out-patient treatment). Asuransi adalah sebuah sistem untuk merendahkan kehilangan finansial dengan menyalurkan risiko kehilangan dari seseorang atau badan ke lainnya.
Badan yang menyalurkan risiko disebut “tertanggung”, dan badan yang menerima resiko disebut “penanggung”. Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan: ini adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar oleh “tetanggung” kepada “penanggung” untuk risiko yang ditanggung disebut “premi”. Ini biasanya ditentukan oleh “penanggung” untuk dana yang bisa diklaim di masa depan, biaya administratif, dan keuntungan.
Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan
PT. Asuransi Kesehatan Indonesia atau juga dikenal dengan nama PT. Askes Indonesia (Persero) adalah merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya.
B. Sejarah Asuransi Kesehatan di Indonesia
Asuransi Kesehatan Di Indonesia dalam sejarah dan perkembangannya dapat dibahas melalui beberapa tahap atau periode :
1. Periode Kolonial
Beberapa orang menganggap asuransi sebagai suatu bentuk taruhan yang berlaku selama periode kebijakan. Perusahaan asuransi bertaruh bahwa properti pembeli tidak akan hilang ketika pembeli membayarkan uangnya. Perbedaan di biaya yang dibayar kepada perusahaan asuransi melawan dengan jumlah yang dapat mereka terima bila kecelakaan terjadi hampir sama dengan bila seseorang bertaruh di balap kuda .
2. Pasca Revolusi dan Orde Lama
Pada tahun 1960 pemerintah mencoba lagi untuk memperkenalkan konsep asuransi kesehatan dimana terdapat UU Pokok Kesehatan 1960 yang meminta pemerintah Indonesia mengembangkan ”Dana sakit” dengan tujuan untuk menyediakan akses pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat. Karena situasi yang masih belum kondusif maka UU tersebut belum bisa dilaksanakan. Tahun 1967, Menteri Tenaga Kerja mengeluarkan Surat Keputusan untuk mewujudkan amanat UU tersebut. Konsep yang digunakan mirip HMO (Health Maintenace Organization) atau JPKM (Jaringan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) dimana Menteri menetapkan iuran 6% upah yang terdiri dari tanggungan majikan sebesar 5% dan 1% ditanggung oleh karyawan. Sayangnya SK Menteri tersebut tidak diwajibkan sehingga SK tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.
3. Masa Orde Baru
Diawali tahun 1968 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal bakal Asuransi Kesehatan Nasional.
Besaran premi yang ditentukan yaitu :
a. Kepres No. 122/1968 : 5% gaji pokok dan pensiunan pokok
b. Kepres No. 36/1969 : 5% gaji pokok dan pensiunan pokok
c. Kepres No. 22/1970 : 3,8% gaji pokok dan 5% pensiunan pokok
d. Kepres No. 56/1974 : 2,75% gaji pokok dan 5% pensiunan pokok
e. Kepres No. 7/1977 : 2% gaji pokok dan 5% pensiunan pokok
4. Masa Desentralisasi
Periode ini ditandai dengan kebijakan yang menggunakan dana kompensasi BBM dan dikeluarkannya Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam UU SJSN, pemerintah menunjuk PT Askes sebagai pihak yang mengurusi jaminan pemeliharaan kesehatan bagi rakyat miskin. Dalam kebijakan pemerintah ini, timbul konflik antara pusat dan daerah akibat berbagai faktor.Komunikasi yang buruk antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi menunjukkan bahwa belum dilakukan suatu pembinaan, pemberdayaan, dan pelatihan yang sistematis untuk staf Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota agar mampu menjalankan urusannya dalam konteks desentralisai. Kasus pengkajian UU SJSN di Mahkamah Agung timbul karena situasi saling curiga, komunikasi yang buruk mengenai masalah pembagian urusan. Di dalam kasus ini terkesan ada kompetisi mengenai pihak yang akan mengelola dana kompensasi yang akhirnya menimbulkan konflik.
C. Faktor Masyarakat Menggunakan Askes
Pembiayaan kesehatan merupakan faktor terpenting dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia pembiayaan kesehatan masih sangat kecil, 2,5% GDP atau 12 dolar AS/kapita/tahun dan menempati posisi terendah dibandingkan negara ASEAN lainnya. Adapun pembiayaan kesehatan didominasi pembiayaan yang berasal dari nonpemerintah 70%--75% yang sebagian besar merupakan pengeluaran langsung oleh masyarakat, 75% berupa out of pocket payment. Pengeluaran biaya kesehatan secara out of pocket ini tidak berarti mencerminkan adanya kemampuan masyarakat untuk membayar biaya kesehatan karena biasanya dapat dilakukan dengan kredit atau adanya kebersamaan keluarga menanggung biaya tersebut.
Sementara itu biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat, antara lain karena perubahan demografi dengan bertambahnya umur harapan hidup sehingga meningkatkan jumlah penduduk usia lanjut. Akibatnya, terjadi peningkatan kasus penyakit degeneratif yang biasanya diderita penduduk usia lanjut dengan perawatan dan pengobatan seumur hidup.
Lalu, perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif kronis misalnya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan lain-lain. Penyakit-penyakit ini membutuhkan pengobatan dengan obat yang mahal dan jangka waktu yang lama atau seumur hidup.
Kemudian, peningkatan pengetahuan masyarakat sehingga meningkatkan need dan demand terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu. Masyarakat makin menuntut tersedianya fasilitas pelayanan yang baik dengan konsekuensi peningkatan sarana dan prasarana lebih baik, peralatan canggih yang pada akhirnya meningkatkan biaya pelayanan kesehatan.
Lalu, penyebaran dan peningkatan kemampuan sarana dan fasilitas serta tenaga kesehatan akibat kemajuan dalam dunia kedokteran. Penyebaran ini meningkatkan kasus yang dapat dilayani baik jenis maupun jumlahnya.
Adanya teknologi canggih bidang kedokteran sering dimanfaatkan tidak sesuai dengan indikasi medis. Sementera kenaikan biaya pelayanan kesehatan acap tidak diimbangi peningkatan pendapatan dan kemampuan seseorang untuk membayar sehingga dapat mengakibatkan turunnya aksesibilitas masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhannya. Karena tidak memperoleh pelayanan kesehatan, akan meningkatkan hilangnya waktu produktif akibat sakit yang berdampak pada turunnya tingkat pendapatan.
Perlu diketahui sakit adalah risiko yang dihadapi setiap orang yang tidak diketahui kapan dan seberapa besar terjadinya risiko tersebut. Sebab itu, perlu mengubah ketidakpastian tersebut menjadi suatu kepastian dengan memperoleh jaminan adanya pelayanan kesehatan pada saat risiko itu terjadi. Asuransi kesehatan atau jaminan pemeliharaan kesehatan adalah upaya untuk menciptakan suatu risk pooling, yaitu mengalihkan risiko pribadi menjadi risiko kelompok sehingga terjadi risk sharing. Makin besar jumlah peserta dalam kelompok makin meningkatkan kemampuan menjamin pemeliharaan kesehatan yang lebih luas (law of the large number).
Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyebutkan jaminan pemeliharaan kesehatan adalah suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara pra-upaya. Dengan demikian, jaminan pemeliharaan kesehatan atau asuransi kesehatan merupakan alternatif terbaik bagi masyarakat mengatasi pembiayaan kesehatannya dengan menerapkan asas gotong royong. Dalam hal ini terjadi risk sharing, yaitu risiko pribadi menjadi risiko kelompok dan adanya subsidi silang; peserta yang sehat membantu pembiayaan peserta yang sakit.
D. Prinsip Asuransi Kesehatan
Penyelenggaraan program asuransi kesehatan atau jaminan pemeliharaan kesehatan berdasarkan beberapa prinsip dasar sebagai berikut.
Asuransi kesehatan dilaksanakan dengan prinsip hukum bilangan besar atau law of the large number, yaitu mengumpulkan sebanyak mungkin jumlah peserta dalam satu badan usaha/kumpulan lain, yang ikut program tersebut. Dengan adanya kumpulan peserta dalam jumlah yang besar, dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain terjadi subsidi silang yang lebih bermakna, di mana yang sehat membantu yang sakit, yang mampu membantu yang kurang mampu. Dalam hal ini aspek gotong royong sangat ditonjolkan.
Lalu dapat ditetapkan premi yang rendah karena menggunakan community rating dengan mengabaikan faktor risiko perorangan (tidak dilakukan pemeriksaan awal sebelum masuk Askes).
Kemudian adanya jumlah peserta yang besar walaupun dengan premi yang relatif rendah, dapat mencakup jenis pelayanan kesehatan yang lebih luas atau benefit yang lebih besar.
Keikutsertaan PNS dan penerima pensiun wajib memenuhi persyaratan di atas sehingga dimungkinkan memperoleh cakupan pelayanan kesehatan yang luas.
Dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan berbeda dengan asuransi jiwa karena asuransi kesehatan merupakan bentuk short-term insurance atau asuransi jangka pendek. Short-term insurance adalah dana yang dihimpun dari penerimaan premi peserta secara langsung atau dalam waktu singkat digunakan membiayai peserta yang menghadapi risiko sakit setiap harinya. Karena diperlukan bagi pembayaran biaya pelayanan kesehatan yang terus terjadi, dana yang dihimpun tidak boleh digunakan investasi jangka panjang demi mempertahankan likuiditas perusahaan. Sebab itu, premi yang dihitung secara tepat menjadi faktor penting mempertahankan kemampuan dalam membiayai pelayanan kesehatan.
Lalu dalam penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan, dilibatkan tiga pihak yang saling berhubungan secara interaktif, yaitu peserta sebagai pihak pembayar premi dan penerima jaminan pemeliharaan kesehatan. Kemudian memberi pelayanan kesehatan dalam hal ini meliputi puskesmas, dokter keluarga, rumah sakit, dan lain-lain sebagai pihak yang bekerja sama dengan PT Askes untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta.
PT Askes sebagai pengelola program dan pengelola dana yang bertanggung jawab atas terjaminnya pemeliharaan kesehatan peserta. Ketiga pihak ini harus menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing sehingga diperoleh hasil yang memuaskan semua pihak.
Adanya prinsip jaminan pemeliharaan kesehatan yang dilaksanakan PT Askes adalah prinsip managed care yaitu melaksanakan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang menseimbangkan antara pelayanan kesehatan yang bermutu dan pembiayaan yang terkendali. Prinsip ini berdasarkan kenyataan biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat secara tajam sementara tuntutan akan mutu pelayanan juga meningkat, sehingga tanpa adanya pengendalian terhadap biaya pelayanan kesehatan, tuntutan akan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang bermutu tidak tercapai.
Adanya progam jaminan pemeliharaan kesehatan PT Askes dilaksanakan secara komprehensif menyangkut empat aspek pelayanan kesehatan, yaitu promotif (peningkatan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan kesehatan juga mengacu pelayanan yang dilaksanakan berjenjang dengan mengoptimalkan pelayanan kesehatan pada setiap jenjang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Bentuk pelayanan ini dikenal sebagai sistem rujukan yang menetapkan prosedur rujukan sebagai ketentuan yang harus diikuti semua peserta.
Di samping itu, ditetapkan pula prinsip pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan medis dan bukan keinginan peserta. Dengan adanya hal ini, pembiayaan pelayanan kesehatan tidak dibatasi berdasarkan jumlah hari atau biaya perawatan, tetapi berdasarkan kebutuhan medis dan sesuai dengan prosedur serta ketentuan yang berlaku.
Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan
PT. Asuransi Kesehatan Indonesia atau juga dikenal dengan nama PT. Askes Indonesia (Persero) adalah merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya.
B. Sejarah Asuransi Kesehatan di Indonesia
Asuransi Kesehatan Di Indonesia dalam sejarah dan perkembangannya dapat dibahas melalui beberapa tahap atau periode :
1. Periode Kolonial
Beberapa orang menganggap asuransi sebagai suatu bentuk taruhan yang berlaku selama periode kebijakan. Perusahaan asuransi bertaruh bahwa properti pembeli tidak akan hilang ketika pembeli membayarkan uangnya. Perbedaan di biaya yang dibayar kepada perusahaan asuransi melawan dengan jumlah yang dapat mereka terima bila kecelakaan terjadi hampir sama dengan bila seseorang bertaruh di balap kuda .
2. Pasca Revolusi dan Orde Lama
Pada tahun 1960 pemerintah mencoba lagi untuk memperkenalkan konsep asuransi kesehatan dimana terdapat UU Pokok Kesehatan 1960 yang meminta pemerintah Indonesia mengembangkan ”Dana sakit” dengan tujuan untuk menyediakan akses pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat. Karena situasi yang masih belum kondusif maka UU tersebut belum bisa dilaksanakan. Tahun 1967, Menteri Tenaga Kerja mengeluarkan Surat Keputusan untuk mewujudkan amanat UU tersebut. Konsep yang digunakan mirip HMO (Health Maintenace Organization) atau JPKM (Jaringan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) dimana Menteri menetapkan iuran 6% upah yang terdiri dari tanggungan majikan sebesar 5% dan 1% ditanggung oleh karyawan. Sayangnya SK Menteri tersebut tidak diwajibkan sehingga SK tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.
3. Masa Orde Baru
Diawali tahun 1968 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal bakal Asuransi Kesehatan Nasional.
Besaran premi yang ditentukan yaitu :
a. Kepres No. 122/1968 : 5% gaji pokok dan pensiunan pokok
b. Kepres No. 36/1969 : 5% gaji pokok dan pensiunan pokok
c. Kepres No. 22/1970 : 3,8% gaji pokok dan 5% pensiunan pokok
d. Kepres No. 56/1974 : 2,75% gaji pokok dan 5% pensiunan pokok
e. Kepres No. 7/1977 : 2% gaji pokok dan 5% pensiunan pokok
4. Masa Desentralisasi
Periode ini ditandai dengan kebijakan yang menggunakan dana kompensasi BBM dan dikeluarkannya Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam UU SJSN, pemerintah menunjuk PT Askes sebagai pihak yang mengurusi jaminan pemeliharaan kesehatan bagi rakyat miskin. Dalam kebijakan pemerintah ini, timbul konflik antara pusat dan daerah akibat berbagai faktor.Komunikasi yang buruk antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi menunjukkan bahwa belum dilakukan suatu pembinaan, pemberdayaan, dan pelatihan yang sistematis untuk staf Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota agar mampu menjalankan urusannya dalam konteks desentralisai. Kasus pengkajian UU SJSN di Mahkamah Agung timbul karena situasi saling curiga, komunikasi yang buruk mengenai masalah pembagian urusan. Di dalam kasus ini terkesan ada kompetisi mengenai pihak yang akan mengelola dana kompensasi yang akhirnya menimbulkan konflik.
C. Faktor Masyarakat Menggunakan Askes
Pembiayaan kesehatan merupakan faktor terpenting dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia pembiayaan kesehatan masih sangat kecil, 2,5% GDP atau 12 dolar AS/kapita/tahun dan menempati posisi terendah dibandingkan negara ASEAN lainnya. Adapun pembiayaan kesehatan didominasi pembiayaan yang berasal dari nonpemerintah 70%--75% yang sebagian besar merupakan pengeluaran langsung oleh masyarakat, 75% berupa out of pocket payment. Pengeluaran biaya kesehatan secara out of pocket ini tidak berarti mencerminkan adanya kemampuan masyarakat untuk membayar biaya kesehatan karena biasanya dapat dilakukan dengan kredit atau adanya kebersamaan keluarga menanggung biaya tersebut.
Sementara itu biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat, antara lain karena perubahan demografi dengan bertambahnya umur harapan hidup sehingga meningkatkan jumlah penduduk usia lanjut. Akibatnya, terjadi peningkatan kasus penyakit degeneratif yang biasanya diderita penduduk usia lanjut dengan perawatan dan pengobatan seumur hidup.
Lalu, perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif kronis misalnya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan lain-lain. Penyakit-penyakit ini membutuhkan pengobatan dengan obat yang mahal dan jangka waktu yang lama atau seumur hidup.
Kemudian, peningkatan pengetahuan masyarakat sehingga meningkatkan need dan demand terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu. Masyarakat makin menuntut tersedianya fasilitas pelayanan yang baik dengan konsekuensi peningkatan sarana dan prasarana lebih baik, peralatan canggih yang pada akhirnya meningkatkan biaya pelayanan kesehatan.
Lalu, penyebaran dan peningkatan kemampuan sarana dan fasilitas serta tenaga kesehatan akibat kemajuan dalam dunia kedokteran. Penyebaran ini meningkatkan kasus yang dapat dilayani baik jenis maupun jumlahnya.
Adanya teknologi canggih bidang kedokteran sering dimanfaatkan tidak sesuai dengan indikasi medis. Sementera kenaikan biaya pelayanan kesehatan acap tidak diimbangi peningkatan pendapatan dan kemampuan seseorang untuk membayar sehingga dapat mengakibatkan turunnya aksesibilitas masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhannya. Karena tidak memperoleh pelayanan kesehatan, akan meningkatkan hilangnya waktu produktif akibat sakit yang berdampak pada turunnya tingkat pendapatan.
Perlu diketahui sakit adalah risiko yang dihadapi setiap orang yang tidak diketahui kapan dan seberapa besar terjadinya risiko tersebut. Sebab itu, perlu mengubah ketidakpastian tersebut menjadi suatu kepastian dengan memperoleh jaminan adanya pelayanan kesehatan pada saat risiko itu terjadi. Asuransi kesehatan atau jaminan pemeliharaan kesehatan adalah upaya untuk menciptakan suatu risk pooling, yaitu mengalihkan risiko pribadi menjadi risiko kelompok sehingga terjadi risk sharing. Makin besar jumlah peserta dalam kelompok makin meningkatkan kemampuan menjamin pemeliharaan kesehatan yang lebih luas (law of the large number).
Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyebutkan jaminan pemeliharaan kesehatan adalah suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara pra-upaya. Dengan demikian, jaminan pemeliharaan kesehatan atau asuransi kesehatan merupakan alternatif terbaik bagi masyarakat mengatasi pembiayaan kesehatannya dengan menerapkan asas gotong royong. Dalam hal ini terjadi risk sharing, yaitu risiko pribadi menjadi risiko kelompok dan adanya subsidi silang; peserta yang sehat membantu pembiayaan peserta yang sakit.
D. Prinsip Asuransi Kesehatan
Penyelenggaraan program asuransi kesehatan atau jaminan pemeliharaan kesehatan berdasarkan beberapa prinsip dasar sebagai berikut.
Asuransi kesehatan dilaksanakan dengan prinsip hukum bilangan besar atau law of the large number, yaitu mengumpulkan sebanyak mungkin jumlah peserta dalam satu badan usaha/kumpulan lain, yang ikut program tersebut. Dengan adanya kumpulan peserta dalam jumlah yang besar, dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain terjadi subsidi silang yang lebih bermakna, di mana yang sehat membantu yang sakit, yang mampu membantu yang kurang mampu. Dalam hal ini aspek gotong royong sangat ditonjolkan.
Lalu dapat ditetapkan premi yang rendah karena menggunakan community rating dengan mengabaikan faktor risiko perorangan (tidak dilakukan pemeriksaan awal sebelum masuk Askes).
Kemudian adanya jumlah peserta yang besar walaupun dengan premi yang relatif rendah, dapat mencakup jenis pelayanan kesehatan yang lebih luas atau benefit yang lebih besar.
Keikutsertaan PNS dan penerima pensiun wajib memenuhi persyaratan di atas sehingga dimungkinkan memperoleh cakupan pelayanan kesehatan yang luas.
Dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan berbeda dengan asuransi jiwa karena asuransi kesehatan merupakan bentuk short-term insurance atau asuransi jangka pendek. Short-term insurance adalah dana yang dihimpun dari penerimaan premi peserta secara langsung atau dalam waktu singkat digunakan membiayai peserta yang menghadapi risiko sakit setiap harinya. Karena diperlukan bagi pembayaran biaya pelayanan kesehatan yang terus terjadi, dana yang dihimpun tidak boleh digunakan investasi jangka panjang demi mempertahankan likuiditas perusahaan. Sebab itu, premi yang dihitung secara tepat menjadi faktor penting mempertahankan kemampuan dalam membiayai pelayanan kesehatan.
Lalu dalam penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan, dilibatkan tiga pihak yang saling berhubungan secara interaktif, yaitu peserta sebagai pihak pembayar premi dan penerima jaminan pemeliharaan kesehatan. Kemudian memberi pelayanan kesehatan dalam hal ini meliputi puskesmas, dokter keluarga, rumah sakit, dan lain-lain sebagai pihak yang bekerja sama dengan PT Askes untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta.
PT Askes sebagai pengelola program dan pengelola dana yang bertanggung jawab atas terjaminnya pemeliharaan kesehatan peserta. Ketiga pihak ini harus menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing sehingga diperoleh hasil yang memuaskan semua pihak.
Adanya prinsip jaminan pemeliharaan kesehatan yang dilaksanakan PT Askes adalah prinsip managed care yaitu melaksanakan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang menseimbangkan antara pelayanan kesehatan yang bermutu dan pembiayaan yang terkendali. Prinsip ini berdasarkan kenyataan biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat secara tajam sementara tuntutan akan mutu pelayanan juga meningkat, sehingga tanpa adanya pengendalian terhadap biaya pelayanan kesehatan, tuntutan akan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang bermutu tidak tercapai.
Adanya progam jaminan pemeliharaan kesehatan PT Askes dilaksanakan secara komprehensif menyangkut empat aspek pelayanan kesehatan, yaitu promotif (peningkatan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan kesehatan juga mengacu pelayanan yang dilaksanakan berjenjang dengan mengoptimalkan pelayanan kesehatan pada setiap jenjang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Bentuk pelayanan ini dikenal sebagai sistem rujukan yang menetapkan prosedur rujukan sebagai ketentuan yang harus diikuti semua peserta.
Di samping itu, ditetapkan pula prinsip pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan medis dan bukan keinginan peserta. Dengan adanya hal ini, pembiayaan pelayanan kesehatan tidak dibatasi berdasarkan jumlah hari atau biaya perawatan, tetapi berdasarkan kebutuhan medis dan sesuai dengan prosedur serta ketentuan yang berlaku.
0 komentar:
Posting Komentar